Orang-orang Rantau dan Asal-usul Urbanisasi usai Lebaran ke Jakarta


Jakarta, CNN Indonesia

Ada banyak label menakutkan yang disematkan pada Jakarta, mulai dari macet, keras, hingga rawan kriminalitas. Namun, kota satu ini tak pernah sepi perantau.

Lihat saja tempat indekos dan kontrakan yang berceceran di Jakarta. Hampir semua penuh. Bahkan, orang rela tidur di pinggir jalan demi tinggal di Jakarta.

Betapa tidak, label nikmatnya Jakarta juga tak kalah kencang. Iming -iming gaji besar, ingar bingar kehidupan kota sampai akses serba mudah.

Ardo sudah familiar dengan label-label itu. Bahkan label-label itu ia jadikan bekal untuk persiapan memulai hidup di Jakarta. Terutama soal iming-iming gaji besar.

Ardo tiba di Stasiun Pasar Senen dengan sedikit lemas karena harus menghabiskan waktu delapan jam di kereta, dari Semarang ke Jakarta.

Ia keluar dari pintu kedatangan bersamaan dengan belasan ribu orang yang telah kembali dari mudik Lebaran 2022. PT Kereta Api Indonesia (KAI) mencatat sedikitnya ada 39 ribu orang tiba di Jakarta usai mudik pada Jumat (6/5).

Ia menenteng satu tas berbentuk persegi panjang dan satu tas gemblok yang menempel di punggungnya.

Setibanya di stasiun, Ardo tak langsung memesan taksi atau mobil daring seperti kebanyakan orang. Ia memutuskan untuk duduk di kursi dekat parkiran mobil. Merenggangkan kakinya yang telah berjam jam tertekuk.

“Mau kerja. Baru diterima,” kata dia saat ditanya mau apa ke Jakarta.

“Yang saya tahu tentang Jakarta, gajinya gede, beda sama kampung saya, gajinya kecil. Makanya milih di Jakarta,” imbuhnya.


Ilustrasi. Banyak orang beramai-ramai merantau ke Jakarta usai Lebaran. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Tapi, label ‘menakutkan’ lebih cepat menghampirinya. Panas. Sialnya, saat ia tiba, matahari di Jakarta sedang teramat terik.

“Sebelas dua belas dengan Semarang,” ucap dia.

Ardo baru saja lulus dari sebuah perguruan tinggi di Semarang, Jawa Tengah. Pekerjaan yang dia dapat dari aplikasi lowongan kerja daring membawanya ke Jakarta.

Ardo mengaku baru bisa mulai bekerja pekan depan. Namun, dengan bekal baju dan uang seadanya, ia yakin bisa bertahan di Jakarta.

Sebelum melepas Ardo pergi, ibunya pun mewanti-wanti soal maraknya kriminalitas di Jakarta. Sang ibu juga memberi wejangan agar dia tak ikut-ikutan hidup serampangan.

“Ibu saya pesan sama saya harus hati hati. Bawa barang hati hati. Terus banyak copet sama jambret,” ujar dia menirukan ibunya.

Asal-muasal Perantau di Jakarta

Berkat berbagai iming-iming menggiurkan yang ditawarkan, Jakarta memang kerap jadi kotanya para perantau.

Tak cuma di hari-hari biasa, sering kali momen pasca-Lebaran dijadikan orang untuk beramai-ramai pindah ke ibu kota.

Sejarawan JJ Rizal menyebut, tradisi merantau ke Jakarta sudah berlangsung sejak masa Hindia Belanda. Semakin meningkat ketika awal abad ke-20.

“Terutama pas kota-kota besar muncul dan industrialisasi meningkat,” kata Rizal.

Rizal menjelaskan, sejak zaman Belanda di Indonesia, pembangunan terpusat di kota-kota, terutama di Batavia (Jakarta). Oleh sebab itu, aktivitas ekonomi pun juga ikut terpusat.


Sejumlah kendaraan pemudik dari arah Tol Jakarta-Cikampek memasuki Tol Dalam Kota di Jakarta, Jumat (6/5/2022). Pada H+3 Lebaran, Tol Dalam Kota mulai dipenuhi kendaraan pemudik yang kembali ke Jakarta usai berlebaran di kampung halaman. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/nym.Ilustrasi. Pembangunan yang terpusat di Jakarta menjadi alasan banyaknya perantau di ibu kota. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

“Jakarta, kan, pusat sentralisme yang melanjutkan ibukota kolonial Belanda. Jadi dia mewarisi yang sudah terjadi pada masa kota Batavia,” ujarnya.

Di sisi lain, pembangunan yang sentralistik juga menyebabkan adanya anggapan mengenai desa-desa tertinggal. Akibatnya, banyak orang berpikir, jika ingin maju, harus pergi ke ibu kota.

“Karena model pembangunan yang sentralistik itulah desa tidak menjadi ruang uang, tapi juga menjadi sesuatu yang sifatnya ketinggalan. Jadi, kalau mau maju ya pergi ke kota,” jelas dia. 

Simak selengkapnya di halaman berikutnya..


Gagal Desentralisasi ala Soeharto dan Taktik Ali Sadikin

BACA HALAMAN BERIKUTNYA





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »