Mengurangi Konsumsi Daging dapat Berkontribusi untuk Mengatasi Krisis Iklim


Mengganti 20% konsumsi daging sapi dunia dengan protein mikroba, seperti Quorn, dapat mengurangi separuh kerusakan hutan planet ini selama tiga dekade mendatang. Demikian menurut analisis terbaru. Menurut para peneliti langkah ini juga akan mengurangi separuh emisi dari sistem pangan global, karena mengurangi penebangan pohon dan emisi metana dari ternak.

Studi sebelumnya telah menemukan alternatif daging memiliki jejak lingkungan yang lebih rendah tetapi analisis terbaru ini adalah yang pertama menilai dampak apa yang bisa terjadi di dunia. Para ahli mengatakan cara terbaik adalah dengan memotong permintaan untuk produk daging, seperti menggantinya dengan alternatif yang lebih ramah lingkungan.

Saat ini sudah ada alternatif protein mikroba pengganti daging. Protein mikroba itu diseduh dalam bioreaktor hangat, seperti bir, dengan mikroba yang diberi gula. “Produk kaya protein itu bisa terasa seperti daging dan bergizi,” kata para peneliti seperti dilansir The Guardian, Rabu (4/5).

Saat ini, 83% lahan pertanian digunakan untuk ternak dan tanaman pakan mereka, tetapi daging dan susu yang dihasilkan hanya menyumbang 18% dari kalori yang dikonsumsi manusia. Produksi daging ruminansia – sebagian besar daging sapi, domba dan kambing – telah meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 1961. Menurut serangkaian penelitian konsumsi daging di negara-negara kaya harus turun drastis guna mengatasi krisis iklim. “Sistem pangan adalah akar dari sepertiga emisi gas rumah kaca global, dengan produksi daging ruminansia menjadi sumber tunggal terbesar,” kata Dr Florian Humpenöder, seorang peneliti di Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim (PIK) di Jerman yang memimpin penelitian.

“Kabar baiknya adalah orang tidak perlu takut mereka hanya bisa makan sayuran di masa depan. Mereka bisa terus makan burger dan sejenisnya, hanya saja roti burger itu akan diproduksi dengan cara yang berbeda,” imbuhnya.

“Penelitian berfokus pada daging mikroba karena telah diproduksi pada skala industri selama 20 tahun dan sudah tersedia,” kata Dr Isabelle Weindl, juga di PIK. “Bahkan dengan tetap menghitung gula sebagai bahan baku, protein mikroba terbukti membutuhkan lebih sedikit lahan pertanian dibandingkan dengan daging ruminansia.”

Studi sebelumnya telah menunjukkan kualitas protein daging mikroba setara dengan daging sapi tetapi membutuhkan 90% lebih sedikit tanah dan air dan menghasilkan 80% lebih sedikit emisi gas rumah kaca. Studi yang dipublikasikan di jurnal Nature itu menggunakan model komputer yang memasukkan proyeksi faktor sosial ekonomi seperti meningkatnya permintaan daging sapi, pertumbuhan populasi dunia, peningkatan pendapatan, dan pergeseran perdagangan internasional.

Pengurangan 56% dalam deforestasi – 78m hektar (193m acre) – yang dihasilkan dari seperlima daging sapi yang digantikan oleh protein mikroba terjadi di Amerika Latin dan Afrika sub-Sahara. Namun, deforestasi yang signifikan masih terjadi dalam pemodelan karena produksi makanan lain, seperti minyak sawit dan kakao. Para peneliti menemukan substitusi protein mikroba sebagian besar mampu mengurangi proyeksi kenaikan permintaan daging sapi. Itu artinya area padang rumput baru tidak perlu ditebangi menjadi hutan. (M-4)






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »