Jaga Etika Digital, Agar Tidak Tinggalkan Rekam Jejak Buruk


AGAR tidak meninggalkan rekam jejak digital buruk, pengguna media digital harus menjaga etika saat berada di ruang digital.

Menjaga etika digital, agar tetap memiliki rekam jejak digital yang baik, menjadi penting karena Google selalu mencatat semua rekam jejak aktivitas di ruang digital.

Dewan Pengarah Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi Wicaksono mengungkapkan hal itu saat menjadi narasumber pada webinar ”Indonesia Makin Cakap Digital” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk komunitas digital di wilayah Bali – Nusa Tenggara, Rabu (26/10).

Wicaksono mengatakan, etika digital merupakan kesadaran dan kesediaan untuk selalu menjunjung etika (netiquette) saat beraktivitas di dunia digital, seperti dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya, menggunakan bahasa yang baik dan sopan saat berkomentar, menghindari penyebaran konten yang mengandung hoaks, SARA (suku, agama, ras dan antar-golongan), pornografi, dan kekerasan.

Baca juga: Kerawanan Media Sosial Melonjak dalam Setahun Terakhir

”Selain itu, melakukan cross check semua informasi sebelum mempercayai dan menyebarkannya, menghargai karya orang lain, melindungi dan menjaga data pribadi milik sendiri maupun orang lain,” imbuh Wicaksono dalam diskusi virtual bertajuk ”Hati-hati Rekam Jejak Digital” yang juga diikuti secara nobar oleh komunitas digital di wilayah Lombok Barat.

Selanjutnya, pemilik akun media sosial @Ndorokakung itu berpesan, agar para pengguna digital selalu mengingat bahwa dunia nyata dan dunia maya itu tak terpisahkan.

”Batas antara dunia nyata dan maya itu samar, tak terpisahkan.Aktivitasmu di dunia maya bisa berdampak ke kehidupan nyata, atau sebaliknya,” tegasnya.

Selain itu, lanjutnya, apa pun yang kita posting di media digital akan dibaca atau diakses orang lain, sehingga memiliki dampak terhadap orang lain.

”Bayangkan kemungkinan dampak yang akan timbul dan terjadi pada orang lainakibat konten dan perilakumu,” cetus Wicaksono.

Hal lain yang perlu diingat saat berada di ruang digital, yakni tidak semua yang ada di media sosial kita kenal.Setiap orang memiliki perbedaan, daya rusak konten media digital sangat besar, dan jejaknya abadi.

”Begitu diposting, komentarmu, tulisanmu, kontenmu akan tersimpan sepanjang masa di internet, meskipun dirimu telah tiada. Jejak digitalmu nyaris mustahildihapus,” tutup sarjana Ilmu Komunikasi UGM Yogyakarta itu.

Webinar #MakinCakapDigital 2022 yang merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) ini diselenggarakan oleh Kemenkominfo bekerja sama dengan Siberkreasi dan mitra jejaring lainnya.

Kegiatan yang diagendakan digelar hingga awal Desember nanti ini diharapkan mampu memberikan panduan kepada masyarakat dalam melakukan aktivitas digital.

Sejak diselenggarakan pada 2017, GNLD telah menjangkau 12,6 juta warga masyarakat. Pada tahun 2022, Kemenkominfo menargetkan pemberian pelatihan literasi digital kepada 5,5 juta warga masyarakat.

Pelatihan literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten tersebut selalu membahas setiap tema dari sudut pandang empat pilar utama. Yakni, kecakapan digital, etika digital, keamanan digital, dan budaya digital untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Dari perspektif budaya digital (digital culture), praktisi penyiaran Ari Utami menyatakan, serbuan budaya asing dan budaya individualistik merupakan tantangan budaya yang mesti disikapi dengan tepat.

Selain itu, minimnya pemahaman hak-hak digital di tengah gelombang kebebasan ekspresi di media digital butuh perhatian lebih lanjut.

”Di sinilah pentingnya pemahaman nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar bermedia digital. Nilai sila Pancasila harus menjadi pedoman dan sikap serta berperilaku di media digital,” ujar pemilik bisnis online OBR itu.

Dalam paparannya, Ari juga memberikan contoh aksi mewujudkan kesetaraan lewat gerakan digital inklusif, yakni literasi digital bagi kelompok rentan.

Kelompok rentan di antaranya:kelompok anak-anak, perempuan, lansia, kaum disabilitas, juga masyarakat tertinggal, terdepan dan terluar (3T).

”Contoh aksi yang lain yaitu menggalang solidaritas dan berbagi saat terjadi wabah Covid-19, hingga informasi transplantasi plasma serta kebutuhan darah di rumah sakit,” sebut Ari.

Ari mengingatkan, para pengguna digital untuk berhati-hati saat beraktivitas di dunia digital, dan tidak meninggalkan jejak digital buruk.

”Tinggalkan jejak digital baik dengan tidak asal menulis dan berkomentar, dan selalu berpikir tentang dampak yang ditimbulkan,” pungkas Ari Utami.

Dipandu oleh moderator Anissa Rilia, webinar kali ini juga menghadirkan influencer Ana Livian selaku key opinion leader. Informasi lebih lanjut silakan akses info.literasidigital.id atau akun Instagram @siberkreasi. (RO/OL-09)






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »