Internalisasi Nilai Damai


BETTY Reardon ialah pionir pendidikan perdamaian yang menjadi rujukan bagi mereka yang mendalami studi ini. Ia melihat pentingnya guru dan murid memiliki baik ide maupun konsep mengenai dunia yang damai jika kita ingin mendidik untuk perdamaian. Kalimat tersebut juga menyiratkan peran guru yang sangat vital dalam pendidikan untuk perdamaian. Hal itu karena guru sebagai ujung tombak yang mengawal proses transformasi murid di sekolah, agar nantinya bisa ikut berkontribusi mewujudkan masyarakat yang damai.

Guru dalam bahasa Jawa dimaknai sebagai singkatan dari kalimat digugu lan ditiru, diperhatikan dan dicontoh. Kalimat ini menggambarkan guru sebagai individu yang perlu memiliki kesadaran tinggi atas apa yang dia katakan dan lakukan karena kedua hal tersebut akan diperhatikan dan dicontoh oleh murid-muridnya. Kalau kemudian kita tempatkan dalam konteks pendidikan perdamaian, guru yang mampu mendidik untuk perdamaian tentunya tidak hanya sekadar tahu apa itu damai. Guru perlu menjadi individu yang mampu menginternalisasi beragam nilai damai dan kemudian mewujudkannya dalam kata dan tindakan.

Menjadi guru yang secara konsisten punya komitmen tinggi untuk memegang beragam nilai damai tidaklah mudah. Ada banyak tantangan yang dihadapi guru, terutama ketika perlu mentransformasi pola pikir mereka yang telah mengakar kuat sebagai hasil dari bentukan pengalaman di masa lalu. Sebagai contoh, saat ini kita masih sering menemukan guru yang percaya bahwa tindak kekerasan dengan label ‘kekerasan ringan’, seperti menjewer telinga murid, ialah tindakan yang boleh dilakukan dengan dalih melatih kedisiplinan murid.

Normalisasi cara pikir ini dibentuk pengalaman masa lalu guru yang pernah mengalami hal serupa dari guru mereka terdahulu. Bahkan, menganggap pengalaman tersebut telah memberi kontribusi positif bagi pembentukan karakter baik guru. Rekonstruksi atas cara pikir guru agar menjadi pendidik untuk perdamaian perlu dilakukan. Bagaimana cara kita melakukannya?

 

Langkah-langkah internalisasi

Internalisasi nilai damai tidak terjadi dalam waktu yang singkat. Internalisasi merupakan sebuah proses personal yang mensyaratkan individu tersebut memahami apa yang diharapkan melalui internalisasi tersebut dan mengapa internalisasi ini penting (Ilgen, Fisher, & Taylor, 1979). Dalam konteks guru sebagai pendidik perdamaian, guru perlu untuk memahami mengapa perdamaian itu penting, dan apa yang diharapkan dari guru sebagai pendidik perdamaian. Di sini saya menawarkan tiga kegiatan yang perlu dilakukan guru agar mampu menginternalisasi nilai damai.

Pertama, membekali diri dengan berbagai konsep dasar dan nilai dalam perdamaian, seperti mengenal apa itu konflik dan kekerasan, perdamaian, dan keberagaman. Hal yang tidak kalah penting untuk dilakukan ialah mendeteksi kesiapan diri guru untuk mempelajari perdamaian. Kesiapan ini bisa dilihat dari kemampuan guru untuk menghadapi dan mengelola hal-hal personal yang dirasa akan menghambat proses internalisasi nilai damai, misal, pengalaman masa lalu yang kontraproduktif untuk perdamaian.

Kedua, melatih sensitivitas diri terhadap berbagai peristiwa di sekeliling terkait dengan topik perdamaian. Guru tidak bisa memakai ‘kacamata kuda’ lalu abai terhadap isu-isu yang terjadi, baik di tingkat lokal maupun global, dan hanya mau berfokus pada materi pelajaran yang dia ajarkan. Guru perlu tahu dan memperbarui diri dengan beragam pengetahuan mengenai masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungan mereka sampai di tingkat global, seperti isu kemiskinan, ketidakadilan, dan masalah lingkungan.

Ketiga, menulis jurnal refleksi. Guru perlu memiliki kemampuan untuk memaknai beragam fenomena sosial yang terjadi di sekeliling dan melihat keterhubungannya dengan peran mereka sebagai pendidik perdamaian. Jurnal refleksi akan membantu guru memunculkan keresahan-keresahan mengenai masalah sosial di sekeliling, dan memunculkan ide-ide kreatif mengenai apa yang bisa mereka lakukan dalam posisinya sebagai guru.

Proses internalisasi nilai damai guru akan berjalan dengan baik jika manajemen sekolah dapat menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif dan menjadi mitra yang suportif bagi guru. Wujud dukungan tersebut mulai penyediaan kesempatan untuk belajar beragam materi tentang perdamaian hingga kesediaan rekan sejawat untuk menjadi teman berdiskusi.

 

Mendidik untuk perdamaian

Ketika guru— mengajar pelajaran apa pun— telah berhasil menginternalisasi nilai-nilai damai, proses untuk mengajarkan nilai-nilai tersebut kepada murid akan jauh lebih mudah. Guru tidak akan melihat perdamaian hanya bisa diajarkan melalui pelajaran tertentu, seperti asumsi yang saat ini banyak dipahami bahwa mengajarkan perdamaian hanya bisa dilakukan melalui pelajaran-pelajaran tertentu, seperti pendidikan kewarganegaraan dan agama.

Contoh nyata kemampuan guru tersebut bisa dilihat dari laporan kegiatan guru fisika SMP Sukma Bangsa (SSB) Sigi, Sulawesi Tengah, yang mengajarkan pemahaman eskalasi konflik kepada murid ketika melakukan praktik pembuatan termometer sederhana. Guru tersebut menjelaskan kepada murid bahwa penambahan air dalam termometer sederhana yang bertujuan untuk memperlambat pemuaian alkohol bisa dianalogikan sebagai peran penengah untuk menghambat eskalasi konflik.

Contoh lain ditunjukkan oleh guru matematika SMP Sukma Bangsa (SSB) Bireuen, Aceh, yang dalam laporan kegiatan kelasnya menyampaikan bahwa dia mengajak para murid, yang semula enggan bekerja sama dengan teman yang bukan pilihan mereka sendiri, untuk merefleksikan kejadian tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Guru tersebut menyampaikan kepada para murid bahwa dalam kehidupan nyata mereka akan menghadapi situasi ketika harus mampu bekerja sama dengan baik dengan orang-orang yang tidak pernah mereka kenal sebelumnya.

Dua contoh di atas menunjukkan bahwa ketika guru telah menginternalisasi nilai-nilai damai, mereka akan mampu menggunakan lensa pemikiran damai baik untuk memaknai materi maupun kegiatan dalam pelajaran yang mereka ampu, dan menemukan pengetahuan, keterampilan, dan nilai damai di dalamnya. Selanjutnya, guru menyampaikan dan menyemai pengetahuan, keterampilan, dan nilai damai tersebut kepada pada murid.

Jika kita ingin mewujudkan masyarakat yang damai, mulai saat ini kita perlu menanam investasi penuh pada upaya transformasi guru untuk menjadi pendidik perdamaian. Guru yang mampu menginternalisasi nilai damai harus menjadi prioritas utama dalam usaha kita meningkatkan kualitas guru.






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »