Gerakan Tandu Penolong Ibu Hamil


DI berbagai daerah di Tanah Air, akses jalan yang buruk terus jadi persoalan. Meski berbagai keluhan sudah disampaikan kepada pemerintah daerah, perbaikan akses kerap tidak juga terwujud.

Padahal, dengan kondisi itu dapat berarti banyak nyawa terus terancam. Misalnya, itu terjadi ketika ada warga yang membutuhkan pertolongan medis darurat, termasuk ketika akan melahirkan.

Hal itu pula yang terjadi selama ini di daerah pegunungan Kampung Beru, Dusun Bangkeng Batu, Desa Pao, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Untuk mencapai puskesmas terdekat, warga dusun harus berjalan kaki selama 4 jam.

Kondisi itu membuat Rohani Daeng Tene tergerak menolong ibu yang hendak melahirkan. Sejak 1993, ibu rumah tangga yang lulusan SMP ini mengupayakan tandu untuk ibu hamil. Ia mengoordinasi warga dan anak-anak agar mau bergotong royong sebagai penandu.

“Saya mengantar ibu hamil ke puskesmas pakai tandu yang dibuat dari kursi plastik dengan bambu diikat tali. Ibu hamil di atas tandu. Tandu dipikul anak saya dua orang dan dibantu sama warga di sana,” katanya saat hadir sebagai bintang tamu di acara Kick Andy episode Panggilan Hati yang tayang Minggu (22/5).

Gerakan itu dibuatnya berdasarkan pengalaman sendiri saat melahirkan anak ke-4. Salah satu anak kembarnya akhirnya meninggal akibat terlambat dibawa ke puskesmas.

“Ketika anak saya umurnya 24 hari, dia meninggal karena tali pusarnya nggak sembuh-sembuh. Di situ saya berniat, kalau nanti saya ini bisa, saya akan mengantar ibu-ibu di sini untuk melahirkan di puskesmas,” kenang wanita berusia 53 tahun ini. Tandu penolong ibu melahirkan pun kemudian dibuat oleh suami dan anak-anaknya.

Dalam mengantar ibu hamil ke puskesmas, wanita yang juga dipanggil Puang Tene ini mengatakan harus melewati jalan setapak naik turun, pematang-pematang sawah, menyeberangi sungai, dan menyeberangi jembatan bambu. Jarak yang jauh membuat beberapa ibu hamil terpaksa melahirkan dalam perjalanan menuju puskesmas.

Seorang ibu hamil akhirnya melahirkan di rumah penduduk yang dilewati, dan ada pula yang terpaksa melahirkan di atas tandu. Rohani bersyukur, selama kiprahnya menjadi relawan, tidak ada satu pun ibu hamil yang harus meninggal di jalan.

Terkait dengan akses jalan yang tidak dapat ditempuh dengan kendaraan, Kepala Desa Pao menyampaikan bahwa pemerintah desa pernah mengusulkan anggaran pemberdayaan ekonomi nasional untuk perbaikan jalan termasuk pengaspalan, tetapi sampai saat ini belum terealisasi akibat wabah covid-19. Kini, para ibu sudah tidak lagi ditandu sampai ke puskesmas karena sudah ada mobil ambulans yang menunggu di jalan yang lebar.

Perubahan


Sejak Rohani menjadi relawan, keadaan para ibu hamil mulai berubah. Ibu enam anak ini mengatakan dulunya tidak ada ibu hamil yang melahirkan di puskesmas dan lebih memilih melahirkan di rumah dengan fasilitas seadanya karena alasan malu. “Katanya malu dilihat kalau melahirkan,” ucap Rohani yang kini menjadi kader posyandu. Sebab itu, ia pun berinisiatif untuk menemani ibu hamil ke puskesmas demi membantu mengurangi rasa malu tersebut.

Berkat usaha kerasnya membantu ibu-ibu hamil dan melahirkan, kini kasus bayi meninggal sudah tidak ada lagi. Ia sendiri merasakan perbedaan yang berarti di masyarakat. Selain para ibu hamil yang tidak lagi malu pergi ke puskesmas, mereka juga sudah sadar akan pentingnya imunisasi bagi anak-anak.

Berkat dedikasinya, Rohani diganjar penghargaan Heroines of Health (HoH) pada 2017 dari GE Healthcare bersama dengan organisasi Women in Global Health. Rohani berprinsip, sesama perempuan harus saling memperhatikan. Sebab itu, ia sama sekali tidak merasa berat meski tidak ada bayaran bagi jasanya. “Saya membantu ikhlas karena Allah, bahagia karena membantu. Saya sangat bersyukur ibu yang saya bantu selamat dengan bayinya, itu saja,” kata perempuan yang sehari-hari berladang dan berjualan sayur di pasar ini. (M-1)






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »